Jakarta, UMBBIZHF NEWS – Harga rhodium, salah satu logam paling langka di dunia, kembali menarik perhatian pasar global. Nilai produk ini bisa meroket hingga ribuan dolar per ons dalam waktu singkat.
Harga rhodium telah meningkat tajam tahun ini hingga 50%. Logam mulia paling langka di dunia ini naik nilainya sebesar 25 persen pada bulan lalu saja, menjadikannya salah satu komoditas dengan kinerja terbaik tahun ini. Sebagai perbandingan, harga emas naik 28,5%, perak 29,5%, dan tembaga 11% sepanjang tahun ini.
Berdasarkan data Refinitiv, harga rhodium berada di $6.890/troy ounce, sedangkan harganya turun 0,72% pada perdagangan Senin (4/8/2025). Pelemahan ini terjadi setelah harga rhodium naik hingga mencapai US$7.450/oz pada Kamis pekan lalu (31/7/2025). Harga tersebut merupakan yang terendah sejak Mei 2023 atau dua tahun lebih.
Apa yang menyebabkan harga logam eksotik ini meroket?
Berbeda dengan emas atau perak, rhodium bukanlah logam mulia yang biasa diperdagangkan di bursa saham. Namun perannya sangat penting dalam industri otomotif. Kombinasi dari pasokan yang sangat terbatas, permintaan yang tinggi, dan spekulasi pasar menyebabkan harga rhodium bisa “terbang” di luar kendali.
Menurut perkiraan Metals Focus, pasar rhodium diperkirakan akan mengalami defisit sebesar 105.000 troy ons pada tahun 2025. Akibatnya, stok permukaan diperkirakan turun sebesar 23% menjadi 349.000 troy ons, setara dengan permintaan empat bulan. Ini merupakan level terendah dalam setidaknya empat dekade.
Rhodium banyak digunakan dalam catalytic converter kendaraan bermesin bensin untuk mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx). Ketika negara-negara seperti Uni Eropa dan Tiongkok memperketat peraturan emisi, kebutuhan rhodium per kendaraan meningkat.
Meski tren kendaraan listrik (EV) meningkat, namun produksi mobil hybrid dan bensin tetap tinggi. Artinya, permintaan rhodium tidak akan mampu dipenuhi dalam waktu dekat.
Rhodium jauh lebih langka daripada emas atau platinum. Sekitar 80-90% produksinya berasal dari Afrika Selatan yang kerap menghadapi berbagai gangguan seperti pemogokan penambang, krisis listrik nasional, serta ketidakstabilan politik dan keamanan.
Parahnya lagi, rhodium bukanlah produk pertambangan utama, melainkan produk sampingan dari pertambangan platina dan nikel. Hal ini membuat penskalaan produksi menjadi sulit dan lambat.
Pengurangan produksi di negara ini semakin memperburuk kelangkaan bahan baku rhodium, menjadikan rhodium sangat rentan terhadap fluktuasi pasokan jangka pendek.
Sebagian dari persediaan ini juga masih terkunci dalam proses produksi, sehingga membuat pasar fisik Rhodium rentan terhadap tekanan.
Pasar rhodium juga kecil dan tidak likuid. Tidak ada transaksi berjangka formal seperti emas dan perak. Akibatnya, volume kecil sekalipun dapat mendorong harga hingga ekstrem. Ketika permintaan meningkat dan pasokan terganggu, spekulan turun tangan sehingga mendorong harga naik lebih tinggi lagi.
Meski kecil, namun penggunaannya sangat penting sehingga banyak perusahaan otomotif yang menyimpannya untuk menghindari gangguan pasokan.
Kenyataannya, strategi ini memperburuk ketidakseimbangan pasar dan menyebabkan kenaikan harga yang lebih tajam.
Secara kimia, rhodium sulit digantikan dengan logam lain seperti platina atau paladium. Hal ini membuat permintaan tetap stabil meskipun harga naik.
Permintaan kendaraan tetap kuat meski ada ancaman dari kendaraan listrik
Meskipun mobil listrik (EV) mengikis prospek jangka panjang logam katalis seperti platinum dan paladium, permintaan rhodium dari sektor otomotif tetap tinggi.
Pada tahun ini, permintaan diperkirakan turun 8% year-on-year menjadi 1.059 ribu troy ounce, namun masih jauh di atas pasokan yang hanya 954 ribu ounce.
Hal ini berkontribusi pada defisit pasar dan terus meningkatkan tekanan pada harga.
Rhodium dikenal ekstrim. Pada puncaknya pada tahun 2021, harga menyentuh $29,500 per ounce sebelum jatuh 70% karena antusiasme terhadap logam langka memudar seiring dengan menguatnya mata uang kripto dan saham. Namun kini, di saat pasokan dan permintaan industri otomotif sedang minim, rhodium kembali menjadi magnet investasi alternatif.
“Jika platinum 15 hingga 30 kali lebih langka dibandingkan emas, maka rhodium 100 kali lebih langka dibandingkan emas,” tulis analis pasar logam mulia Oleg Jemeljanovs dalam artikelnya di majalah Data Driven Investor.
Kenaikan harga rhodium disebabkan kurangnya pasokan global dan ketergantungan industri otomotif terhadap logam tersebut. Selama kesenjangan pasokan masih ada dan persediaan fisik menurun, rhodium kemungkinan akan tetap menjadi logam berkilau dengan harga yang sangat fluktuatif, namun tampaknya menarik bagi sebagian investor.
Investigasi CNBC di Indonesia
(lokasi/lokasi)
