Koperasi Desa Merah Putih: Membangun Ekonomi Kerakyatan yang Kuat

Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Dewan Redaksi UMBBIZHF NEWS

Penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat banyak sumber daya alam dan budaya yang terdapat di kota-kota di Indonesia. Namun potensi tersebut belum seluruhnya dikelola secara optimal dalam kerangka kelembagaan ekonomi yang kuat. Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi kota-kota kecil adalah buruknya akses masyarakat terhadap pusat-pusat bisnis yang mampu mendorong kesejahteraan kolektif dan berkelanjutan.

Pemerintah melalui Koperasi Desa Merah Putih atau KDMP membentuk 70.000 hingga 80.000 koperasi sebagai langkah strategis untuk memperkuat perekonomian di tingkat desa/kecamatan, memberdayakan masyarakat desa, memperkuat pelayanan kepada masyarakat dengan fasilitas seperti sembako, klinik desa, simpan pinjam, cold storage dan logistik, serta mendukung ketahanan pangan dan pemerataan ekonomi.

Koperasi adalah suatu badan usaha yang beranggotakan orang perseorangan atau badan hukum koperasi yang mendasarkan kegiatannya pada prinsip kerja sama dan menjadi suatu gerakan ekonomi kerakyatan berdasarkan asas keterhubungan.

KDMP didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pembinaan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), serta Instruksi Presiden (INPRES).

Menurut (Saputri, Subandriyo, & Hardiyan, 2025) pada bulan Mei 2025 tercatat 16.734 desa atau kelurahan telah membentuk koperasi merah putih di berbagai daerah. Berbagai kawasan usaha KDMP seperti pusat perkantoran koperasi, pergudangan, hingga hilirisasi produk lokal juga sangat berkualitas. Penyusunan KDMP dilaksanakan melalui beberapa alternatif sebagai berikut.

A. Membentuk koperasi baru di desa/kelurahan yang belum memiliki koperasi. B. Mengembangkan koperasi yang sudah ada dengan memperluas cakupan unit usaha yang dibuat.C. Kebangkitan koperasi dengan cara mengaktifkan kembali koperasi-koperasi yang sudah tidak aktif baik dari segi kelembagaan, organisasi, dan bisnis, termasuk kebangkitan kembali kuds yang mengalami stagnasi di daerah melalui serangkaian prosedur.D. Penggabungan usaha koperasi dapat memberikan efisiensi pengelolaan dan potensi pengembangan berbagai koperasi.

Program Penciptaan KDMP juga sejalan dengan ASTA CITA pemerintahan Prabowo-Gibran, khususnya ASTA CITA kedua, ketiga, dan keenam, yang akan mendorong kemandirian nasional melalui pangan berkelanjutan, mengembangkan industri agro laut berbasis partisipasi koperasi, dan membangun dari kota-kota kecil sebagai upaya pemerataan pembangunan ekonomi negara.

Namun sebagian potensi KDMP hanya dapat terwujud jika pemerintah memberikan penunjukan khusus kepada KDMP sebagai unit yang berperan sebagai jaringan pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan, menaikkan harga di tingkat petani hingga ke tingkat pertukaran petani, menghentikan pergerakan tengkulak, dan memperpendek rantai pasok.

Kecuali disebutkan lain, KDMP melintasi beberapa unit usaha yang mempunyai bidang usaha yang sama, baik perseorangan maupun kelompok usaha.

Di sisi lain, pembentukan KDMP menghadapi beberapa tantangan antara lain dari segi sumber daya manusia, pencatatan akuntansi, efisiensi dan resistensi masyarakat. Penelitian yang dilakukan (Arzewiniga, 2025) menunjukkan bahwa meskipun KDMP dimulai untuk memperkuat perekonomian perkotaan, terdapat beberapa tantangan struktural dan historis yang mengancam keberhasilannya.

Pengalaman masa lalu menunjukkan banyak koperasi desa yang gagal karena faktor politik, ketergantungan pada dana pemerintah, dan rendahnya partisipasi anggota. Program KDMP berisiko mengulangi kesalahan yang sama jika tidak memperhitungkan terbatasnya kapasitas sumber daya manusia kota dalam pengelolaan kolaboratif dan literasi keuangan.

Selain itu, pendekatan top-down tanpa konsultasi pemerintah daerah dapat mengabaikan kebutuhan lokal dan menimbulkan tumpang tindih dengan badan usaha milik daerah (bumdes) yang sudah ada. Hal ini dapat mengarah pada pelestarian komunitas.

Selain itu, pencatatan akuntansi yang tidak transparan dan ketergantungan terhadap dana daerah berpotensi terjadinya penyalahgunaan anggaran dan kurangnya independensi koperasi juga menjadi kekhawatiran utama dalam pelaksanaan program ini.

Untuk menjawab tantangan tersebut, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah antara lain sebagai berikut. Mengurangi jumlah sumber daya manusia dan biaya tetap untuk menjaga kelangsungan kerjasama. Mengkoordinasikan perekrutan tenaga profesional HR yang memahami sepenuhnya dunia perdagangan. Penggunaan sistem akuntansi untuk mencatat seluruh arus kas yang masuk dan keluar, termasuk pencatatan persediaan yang dikelola. Biaya tenaga kerja dikelompokkan ke dalam biaya variabel dengan tunjangan yang disesuaikan berdasarkan kinerja karyawan. e. Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan daya saing dengan unit usaha yang dikelola masyarakat atau kelompok usaha sejenis. Adakan forum dengan penduduk lokal untuk mengurangi retensi komunitas.

Pemerintah menaruh harapan besar terhadap Koperasi Daerah Merah Putih (KDMP) sebagai penopang utama pembangunan ekonomi masyarakat. Harapan ini berakar pada argumen bahwa KDMP dapat menjadi penggerak perekonomian di tingkat daerah.

Sebagai wadah bagi UMKM, KDMP diharapkan dapat meningkatkan akses permodalan, bahan baku dan pasar, sehingga nilai tambah produk lokal beredar di daerah dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Selain itu, KDMP diharapkan mampu memajukan kesejahteraan sosial dengan menjadi sarana pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi kelompok yang kekurangan lembaga formal, serta memulihkan semangat gotong royong di masyarakat.

Selain berperan dalam aspek ekonomi dan sosial, pemerintah juga memandang KDMP sebagai model bisnis yang berkelanjutan. Harapan ini didasarkan pada argumen bahwa KDMP dapat mengadopsi praktik bisnis yang ramah lingkungan dan sosial, sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan.

Oleh karena itu, KDMP tidak hanya dipandang sebagai alat untuk menciptakan manfaat ekonomi, tetapi juga sebagai organisasi yang memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan dan masyarakat. Harapan ini mencerminkan visi pemerintah untuk membangun perekonomian yang tidak hanya kuat, tetapi juga berkeadilan, inklusif, dan ramah lingkungan. (miq/miq)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *