Ketika Eropa Padam, Pelajaran Strategis bagi Ketahanan Energi RI

Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Dewan Penasihat CNBCINDININESIA.A.

Pada tanggal 28 April 2025, sistem tenaga listrik Spanyol dan Portugal runtuh dalam hitungan detik. Tanpa peringatan, lebih dari 15 gigawatt pasokan listrik – lebih dari separuh sisa kebutuhan listrik – hilang seketika.

Madrid berhenti. Transportasi umum lambat. Bandara menyediakan lapangan kerja. Rumah sakit membayar generator cadangan. Gejolak menyelimuti semenanjung Iberia, keheningan modernitas dengan cepat dimodernisasi.

Kejadian ini bukan sekedar kegagalan teknis. Mereka melihat kerentanan sistem energi dalam menghadapi transisi global yang cepat menuju energi ramah lingkungan. Eropa, yang telah lama dianggap sebagai model bauran hijau, menghadapi kenyataan baru: bahwa transisi tanpa kesiapan kekuasaan dapat menimbulkan krisis.

Hasil awal penelitian menunjukkan putusnya dua siklus utama di barat daya Spanyol. Tidak ada indikasi sabotase atau kelalaian manusia.

Namun, faktor atmosfer yang kuat yang mempengaruhi jaringan besar merupakan kekhawatiran terbesar. Cuaca ekstrem, yang tadinya jarang terjadi, kini menjadi praktik yang terjadi dan merupakan gejala nyata dari krisis iklim.

Kasus ini menegaskan bahwa perubahan iklim tidak hanya merupakan ancaman terhadap lingkungan, namun juga merupakan ancaman sistemik terhadap infrastruktur penting. Ketika sistem tenaga listrik bergantung pada sumber energi seperti angin dan matahari, lingkungan menjadi musuh baru. Selain itu, pengurangan peran generator termal mengurangi inefisiensi sistem yang menjaga stabilitas telinga.

Spanyol telah mencatat pencapaian lebih dari 60% energi terbarukan dalam beberapa bulan terakhir. Namun, tanpa dukungan energi yang andal dan penyimpanan kriogenik, pasokan bersih akan mudah terganggu dan tidak selalu tersedia saat dibutuhkan.

Bagi Indonesia, kasus ini memberikan sinyal penting. Negara kita berada pada tahap awal pra-energi energi – hanya melalui ruang kerja energi (Jetp) (dengan hilangnya listrik pada tahun 2060. Namun, emisme itu tidak ada pada tahun 2060.

Di banyak daerah, toleransi masih terbatas di pulau tersebut. Ukuran penyimpanan energi menjadi sangat penting. Mekanisme peraturan dan adaptasi jaringan untuk mengakomodasi pengurangan ini masih belum matang.

Rencana umum ketenagalistrikan (Rukn) merupakan rencana penyaluran energi baru terbarukan sebesar 524 dan 73,6% pada tahun 2060. Namun angka tersebut juga akan menjadi statistik jika sistemnya tidak dapat diandalkan.

Pembangkit listrik tenaga surya di Nusa Tenggara tidak akan digunakan sampai listrik bisa mengalir ke Jawa Tengah. Selain itu, potensi angin di Sulut tidak ada artinya tanpa adanya jaringan yang dapat terkoneksi dan sistem kendali muatan.

Transisi energi yang aman memerlukan kehadiran generator dasar seperti hidrat, panas bumi, atau gas alam yang dapat mendukung stabilitas sistem. Penghentian pembangkit listrik secara cepat tanpa kesiapan produk sangat berbahaya menyebabkan warna hitam, namun tidak mengurangi debit. Keinginan akan energi bersih tidak boleh diremehkan oleh fakta bahwa energi tersebut tidak berkelanjutan dan siap secara teknis.

Kelemahan terbesarnya adalah infrastruktur transmisi dan penyimpanan. Eropa telah membuktikan bahwa krisis bisa dimulai dari gangguan transmisi yang terlihat kecil namun berdampak pada sistem. Indonesia belum menjadikan teknologi penyimpanan energi – misalnya industri baterai atau pompa – sebagai prioritas strategis.

Dari segi kelembagaan, perencanaan nasional masih tersebar: antara Sumberdeniny dan Mineral, Bappenas dan pemerintah daerah. Kurangnya lembaga khusus untuk mengelola cadangan energi strategis menyebabkan respons terhadap krisis ini terfragmentasi dan lambat.

Sudah saatnya Indonesia membentuk lembaga ketahanan energi nasional – yang merancang, mengelola dan menjamin ketersediaan cadangan sumber-sumber: listrik, BBM, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas, gas dan Bakar Tubuh seperti dia menjadi tulang punggung ketika struktur utamanya terganggu.

Lembaga pengelola negara seperti Danantara Indonesia juga akan diwajibkan membiayai ketahanan energi pasar, proyek penyimpanan nasional, hingga proyek transportasi nasional. Bahkan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk pengelolaan energi harus masuk dalam agenda utama pengembangan energi berkelanjutan.

Keamanan energi tidak dapat dipisahkan dari strategi keamanan nasional. Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian – mulai dari perang, bencana, gangguan geopolitik hingga cuaca ekstrem – cuaca ekstrem saja tidak cukup bagi negara, namun perlu adanya jaminan energi setiap saat, dalam segala kondisi. Jika listrik padam, seluruh sistem akan sakit.

Peristiwa di Eropa harus dilihat sebagai tanda peringatan global. Transisi energi tidak bisa dihindari, bukan perlombaan angka. Indonesia harus bertindak bijak: Menciptakan sistem energi yang tidak hanya bersih, namun berkelanjutan, adaptif, dan berkelanjutan.

Pedoman Emisi Bersih Bersih tidak dapat mengurangi target penurunan emisi. Hal ini harus dibangun atas dasar kepentingan yang tersembunyi: stok strategis, media strategis, peramalan dan manajemen terpadu.

Di saat krisis iklim terjadi, energi adalah garis pertahanan. Indonesia tidak bisa mengulangi kesalahan negara maju. Masa depan energi yang netral karbon tidaklah cukup. Anda harus netral terhadap kebisingan, dan mampu menahan ketidakpastian, serta mampu menerangi negara bahkan ketika dunia sedang gelap. (Miq / Miq)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *