JAKARTA, UMBBIZHF NEWS – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan Surat Edaran OJK (COJK) No. 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan pada 19 Mei 2025. Aturan ini mulai berlaku pada 1 Januari 2026.
Direktur Utama Dana Asuransi, Penjaminan, dan Pensiun OJK Agi Perstomouno mengatakan tujuan OJKSE ini untuk mendorong efisiensi penyelenggaraan jaminan kesehatan.
Hal ini sejalan dengan inflasi klinis yang tinggi, yang lebih tinggi dari inflasi normal. Kebijakan ini juga diharapkan dapat memperkuat pengaturan pembiayaan bersama antara komersial dan keamanan nasional.
“OJK juga menyerukan penerapan manajemen risiko yang lebih baik melalui digitalisasi data kesehatan untuk pelayanan medis dan efisiensi obat-obatan,” kata OGI dalam konferensi pers RDK OJ, Senin, (2/6/2025).
Banyak poin penting dalam aturan tersebut, antara lain Dewan Pertimbangan Kesehatan (DPM), fitur bayar mandiri, dan kewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan bagi calon pemegang polis (PEMPOL).
Asuransi harus memiliki DPM
Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan lembaga syariah yang menyediakan produk asuransi kesehatan wajib memiliki Komite Pembina Kesehatan (DPM). DPM terdiri dari sekelompok dokter spesialis dengan keahlian tertentu.
DPM bertugas memberikan nasihat kepada dunia usaha untuk mendukung pelaksanaan tinjauan pemanfaatan dan memberikan masukan terhadap pelayanan kesehatan.
Ini mencakup perkembangan baru dalam layanan medis dan rekomendasi untuk perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit perusahaan asuransi syariah.
Pampol harus bertanggung jawab atas 10% klaim
Dalam aturan baru ini, produk asuransi kesehatan harus menerapkan pembagian risiko (copaying) minimal 10 persen dari klaim yang dihasilkan oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
Namun OJK mengatur batas maksimal Rp300.000 per permohonan rawat jalan dan Rp3.000.000 per pengajuan rawat inap.
“Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan asuransi unit syariah dapat menerapkan batasan maksimum sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf A dan huruf B, sepanjang disepakati antara perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan asuransi unit syariah dengan pemegang polis, dan tertanggung, dan dipertanggungkan, serta dirujuk ke OJKSE.
Oleh karena itu, meskipun produk asuransi kesehatan tersebut digabungkan dengan asuransi lain dalam suatu sistem koordinasi manfaat (COB), biaya pembagian risiko minimal sebesar 10% dari klaim yang diajukan, dihitung dari akumulasi klaim yang menjadi tanggung jawab penanggung.
Aturan pembayaran bersama ini hanya berlaku untuk produk asuransi kesehatan dengan aturan penggantian biaya dan produk asuransi kesehatan dengan rencana perawatan terkelola tingkat lanjut.
Namun, sistem pembayaran bersama ini dikecualikan untuk produk asuransi mikro. Harap dicatat bahwa produk ini adalah perlindungan pendapatan rendah.
Perusahaan asuransi juga berwenang untuk meninjau dan menentukan besaran premi pada saat pembaharuan polis asuransi berdasarkan riwayat klaim pemegang polis, tertanggung atau peserta.
Ketentuan pengawasan medis
Peraturan baru ini juga menghapus ketentuan bagi perusahaan asuransi untuk memasarkan produk asuransi kesehatan sehingga individu dapat mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan (MCU) terhadap calon pemegang polis, tertanggung atau peserta.
Ketika suatu polis asuransi ditutup, maka dikaitkan dengan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit syariah perusahaan asuransi tersebut. Paket Survei MCU mengacu pada hasil kuesioner usia dan kesehatan yang diisi oleh calon pemegang polis, tertanggung atau peserta. .
