Catatan: Artikel ini adalah opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan opini CNBCININININESIASSION.
Menteri ESDM Behar Lahadalia menggelar konferensi pers rencana bisnis 2025-2034 di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat (27/5/2025). Sesuai target yang tertera, 76% proyek ketenagalistrikan terlaksana sesuai target indikator ketenagalistrikan, ada yang menarik bahwa 66,5 GW pembangkitan listrik berasal dari pembangkit listrik dan energi terbarukan terdapat 66% energi baru.
Menariknya, ternyata target kapasitas tersebut sebesar 0,5 GW, yang dibangun di Somata berkapasitas 250 MW dan di Kaliman dalam jalur yang sama (250 MW).
Sebelumnya, pada tanggal 7 Mei 2025, saya berbicara dengan salah satu pakar Dewan Energi Institut Kosmali, Dr. Dodiana, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM.
Pada saat yang sama, Dr. Dunden “membocorkan” bahwa pada tahun 2045 bauran energi Indonesia adalah nuklir yang merupakan salah satu sumber energi utama. Tak gentar, tiga hari kemudian, secara sukarela, IEDS mengadakan webinar bertajuk “Masa Depan Energi Nuklir, Teknologi, dan Geopolitik”.
Saya kembali diminta menjadi narasumber bersama Prof Dr Sri Penny Kahi. Meskipun kami belum pernah melihat sejauh mana limbah listrik Indonesia dan bersihnya, seperti TATENSEAL, kami sepakat bahwa energi sekitar adalah salah satu respons yang tepat.
Dr Sri mengutip IEA (Badan Internasional) bahwa kita berada di bawah kapasitas 56 gigawatt dan akan tumbuh menjadi 203 gigawatt. Prancis menargetkan 50% bauran energinya berasal dari tenaga nuklir di negaranya. Jepang telah mencapai tujuannya untuk memperoleh pembangkit listrik, yang disimpulkan bertujuan untuk mencapai tujuan akhir, yang kompatibel dengan sumber daya tak terbarukan, yang merupakan energi pertama dan teraman setelah energi surya dan angin.
Sebagai seorang praktisi hukum dan seniman kebijakan publik di bidang minyak dan gas serta energi terbarukan, saya fokus pada perdebatan energi nuklir di Indonesia dari perspektif regulasi dan kebijakan. Membangun pembangkit listrik tenaga nuklir tidak bisa dilakukan begitu saja. Menurut misi Abel INIRIIR, ada 19 kondisi nilai yang harus dikembangkan dan didefinisikan:
1. Kedudukan nasional (menentukan sikap negara) 2. Keamanan (security) 3. Pengelolaan (management) 4. Pendanaan/financing (financing) 5. Latar belakang hukum (legal framework) 6. Proteksi (life pelestarian) 7. Proteksi radiasi (radiation proteksi) 8. Latar belakang regulasi (MoI) 9. Kekuatan sumber daya manusia (Human grid resource) (Human grid grid) 11. 12. Keterlibatan pemilik Kepentingan) 12. Deployment (Dukungan Kesiapan) 13. Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection) 14. Perencanaan Darurat (Emergency Planning) 15. Keselamatan Nuklir (Nuclear Safety) 16. Fuel Cycle adalah siklus bahan bakar yang aktif. (Pengolahan Limbah Radioaktif) 18. Keterlibatan Industri (Industrial Participation) 19. Pembelian (Purchase).
Dari segi kerangka hukum, saat ini Indonesia masih memiliki Undang-Undang Tenaga Nuklir Baru 10 Tahun 1997 hingga Undang-Undang Energi Baru Tahun 1997 yang telah mengalami beberapa perubahan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 memuat pasal 3, 4, dan 5 yang merupakan pilar tenaga nuklir.
Kehadiran Badan Pengelola Tenaga Nuklir di sebelah kanan ini mengingatkan kita pada Badan Usaha Migas (BPMIGAS) yang kini menggantikan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Migas (SKK Migas). Selain itu, pada pasal 10 undang-undang ini disebutkan bahwa “produksi dan/atau pembelian bahan baku dilakukan dalam rangka pengembangan pada instansi terkait”.
Peran tersebut sama persis dengan BPMIGAS/SKIGAS, yaitu satu-satunya lembaga pemerintah yang menyelenggarakan pengelolaan sumber daya alam dan gas bumi negara. Selain itu, diatur bahwa lembaga informasi energi ini dapat bekerja sama dengan swasta, swasta, dan/atau koperasi (seperti halnya undang-undang migas yang disahkan).
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tidak mengatur secara rinci bentuk kerjasama apa saja yang akan dilakukan, baik swasta, dan/atau koperasi swasta di kemudian hari. akan meringankan kontrak bagi hasil produksi dan gas (production sharing), namun pemerintah pada lembaga yang diterapkan akan meringankan syarat penjelasan kelembagaan, terutama dalam hal pembiayaan, pembelian, pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir.
Para ahli dan lembaga penelitian di Indonesia memperkirakan pembangunan PLTN di Indonesia akan berkembang sebesar 100 megawatt dengan kapasitas 10 megawatt, kapasitas 250 megawatt di Kaliman dan 250 megawatt.
Nampaknya persiapannya sangat matang dan di tengah tugas hukum baru itu akan menjadi landasan hukum baru bagi Neshamidi…” (Mick/Mick)
