Awan Gelap Bayangi Ekonomi RI, Beban IHSG – Rupiah Makin Berat

Pasar keuangan Indonesia masih berada di zona merah dengan IHSG tembus di bawah 6.500, pelemahan rupiah, dan aksi jual obligasi oleh investor.

Di Wall Street Green sebelum pertemuan Fed

Sentimen pasar saat ini masih bersifat wait and see seiring dimulainya hari pertama tanggal Bi Rd dan akan adanya lelang obligasi pemerintah (Minggu)

Jakarta, UMBBIZHF NEWS – Pasar keuangan Tanah Air terpantau masih berada di zona merah pada perdagangan Senin (17/3/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupee melemah seiring imbal hasil obligasi pemerintah (SBN).

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan tetap bergejolak karena investor menunggu data penting minggu ini. Anda dapat membaca lebih lanjut mengenai suasana pasar saat ini di halaman 3 artikel.

Pada perdagangan kemarin, IHSG Senin (17/3/2025) mencapai 6.471,95 poin dengan koreksi 0,67% yakni 43,68 poin.

Penurunan tersebut membuat perdagangan tiga hari berturut-turut IHSG masih berada di zona defisit.

Nilai perdagangan kemarin terbilang sepi, hanya mencapai Rp 9,72 triliun dengan 19,86 miliar lembar saham diperdagangkan dibandingkan 19,08 juta lembar saham yang diperdagangkan. Sedangkan 306 saham menguat, 279 melemah, dan sisanya 219 saham stagnan.

Kemarin, saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) memberikan tekanan terbesar pada indeks hingga mencapai 47,76% ke 47,76 poin hingga menyentuh batas harga bawah (ARB) Rp 144.750 per saham.

Investor asing masih mencatatkan pendapatan penjualan bersih sebesar Rp 885,84 miliar.

Laggard Ihsg menyeret saham bersama EBT PrajroG Pangestu, pt bank Central Asia Tbk (BMRI) sebesar 5,36 poin.

Berbaliknya nilai tukar rupee, perdagangan kemarin juga terpantau bisa terkoreksi lagi.

Berdasarkan data refinitiv, mata uang Garuda pada penutupan kemarin berada pada level Rp 16.395/US$, melemah 0,31% hari ini.

Melemahnya rupee seiring dengan tekanan Amerika Serikat (AS) atau Dxy yang naik tipis 0,02% ke 103,75.

Rupee dan Ihsg tetap tidak menentu karena ketidakpastian makroekonomi yang menggunung.

Secara eksternal, dampak tarif Trump yang tidak terukur masih menjadi tantangan dan dapat menyebabkan perang dagang, sementara di dalam negeri, ketidakpastian politik masih ada.

 Sedangkan pasar kemarin didorong oleh hasil neraca perdagangan luar negeri Indonesia yang kembali surplus namun harganya lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya dan utang (Uln).

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia akan mengalami surplus perdagangan sebesar 202 miliar dolar pada Februari 2025, sedangkan impor AS sebesar 21,86 miliar dolar.

Sementara itu, data utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar $427,5 miliar atau Rp700 triliun pada 20 Januari. Jumlah ini tumbuh sebesar 5,1% secara tahunan (year-on-year). Jumlah tersebut naik signifikan dibandingkan Desember 2024 yang sebesar 4,2% (YOY).

Beralih ke Pasar Obligasi, kemarin terpantau investor asing masih melakukan aksi jual.

Angka untuk Refinistriv yang memberikan garansi 10 tahun hampir 7%. Ini adalah kali keenam berturut-turut.

Jelas, imbal hasil bergerak berlawanan arah dengan harga. Jadi, jika imbal hasil terus berlanjut, harga akan turun, menandakan investor akan terus melakukan aksi jual.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *