Teror Harimau di Perkebunan Jawa, Duel Maut dengan Bocah 12 Tahun

Artikel ini merupakan bagian dari CNBC Insight dan memberikan tinjauan historis untuk memperjelas kondisi saat ini melalui relevansinya di masa lalu. Jakarta, CNBC -IPP – Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan dengan beredarnya video seorang kakek bernama Abah Ocang (70) asal Sukabumi ditemukan tewas tergeletak di jalan. Bersamaan dengan tubuhnya, juga terlihat seekor ular King Cobra yang sudah tak bernyawa sepanjang kurang lebih 4 meter. Mengutip Detik.com, kejadian tragis tersebut kemungkinan besar bermula ketika ular mematikan tersebut menerobos masuk ke rumah Ocang melalui dapur. Tanpa menunggu dengan tenang, sang kakek berusaha mengusirnya dengan menggunakan sebatang kayu. Dalam pertarungan sengit tersebut, Ocan berhasil menusuk kepala ular tersebut dengan tongkat dan membunuhnya hingga mati, namun ia meninggal setelah digigit oleh King Cobra. Ini bukan pertama kalinya manusia berperang melawan hewan liar. Ratusan tahun lalu, perkelahian serupa terjadi antara seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dan seekor harimau liar. Ceritanya terjadi di Besuki, Jawa Timur, pada bulan Desember 1827. Saat itu, di tengah hutan lebat dan alam liar, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun bernama Keset melakukan rutinitas seperti biasanya. Setiap pagi, Kemat membawa sapi jantan ayahnya ke padang rumput liar untuk mencari makan. Lalu biarkan seperti itu.  Tapi hari itu berbeda. Ketika dia kembali pada sore hari, dia berhenti bernapas karena banteng yang dia cintai sudah tidak bernyawa, tubuhnya terkoyak dan dimakan sebagian. Ia tahu betul bahwa ini ulah harimau liar yang mengintimidasi warga. Seperti diberitakan surat kabar harian Bataviasche Courant (15 Desember 1827), bocah itu berlari pulang tanpa penundaan. Ia mencari ayahnya, Sakal, yang sudah berusia 60 tahun dan tetap tampan meski sudah tua. Beard segera membawa putranya ke lokasi kejadian tanpa berpikir panjang. Keset dan keluarganya, keturunan Madura, memandang sapi jantan lebih dari sekadar hewan ternak. Itu adalah simbol kebanggaan, keberanian dan bahkan persahabatan. Tentu saja sangat mengerikan melihat hewan itu mati, dan darah mereka berdua mendidih. Namun ketika mereka tiba, bencana nyata terjadi. Seekor harimau dengan cepat berlari dari balik semak-semak dan menembak Beard hingga ia pingsan. Giginya memegangi lengan ayahnya. Dia segera meneriakkan darah dan menggoyangkan tubuhnya dengan keras. Beard mencoba melawan Keris di pusatnya, tetapi tenaganya tidak sebanding dengan rabies harimau. Dia berteriak histeris dari kejauhan. Dalam sekejap, rasa takut mengalahkan rasa takut. Dia meraih tombaknya, berlari ke arah harimau, dan jatuh sekuat tenaga ke dada binatang itu. Raungan nyaring bergema. Harimau itu langsung terjatuh di samping mayat Beard. Dia meninggal di tempat kejadian. Hanya suara anak kecil itu yang tersisa dalam kesunyian. Tubuhnya bergetar, wajahnya dipenuhi keringat dan debu, namun ia berhasil menyelamatkan ayahnya. Kemat menyeret ayahnya pulang hampir tanpa tenaga tersisa. Darah menetes di sepanjang jalan menuju rumah mereka. Penduduk desa menanggapinya dengan berlinang air mata, beberapa di antaranya tidak percaya bahwa anak sekecil itu bisa mengalahkan harimau. Tak lama kemudian, seorang dokter Belanda datang dari kota untuk mengobati luka Sakal. Menurut catatan Bataviasche Courant, sang ayah akhirnya selamat berkat keberanian sang anak kecil yang tidak takut menghadapi hewan paling menakutkan di pulau itu. Namun kisahnya menggambarkan pertarungan antara manusia dan harimau yang sayangnya membawa dampak buruk. Konflik kedua makhluk ini semakin meningkatkan gairah masyarakat untuk berburu harimau. Dampaknya, populasi harimau khususnya harimau jafan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 1940 diperkirakan hanya tersisa 200-300 orang. Jumlah ini terus menurun hingga harimau jafan dinyatakan punah pada tahun 1980an. (M.F.A./M.F.A.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *