Menguatkan Transformasi Zakat Demi Mengangkat Martabat Umat

Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan staf redaksi UMBBIZHF NEWS

Zakat dalam pandangan Islam bukan hanya merupakan kewajiban individu setiap umat Islam yang berbadan sehat, namun merupakan alat strategis bagi pengembangan masyarakat. Dalam sejarah peradaban Islam, Zakat selalu hadir sebagai solusi permasalahan kesenjangan sosial dan kemiskinan, serta sebagai sarana penggerak roda perekonomian. Namun potensi zakat Indonesia yang diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahunnya masih jauh dari pengelolaan yang optimal.

Kunci penguatan zakat terletak pada keberanian menerobos strategi pengumpulan dan pemberdayaan. Mengingat Zakat merupakan rukun Islam sekaligus sumber daya ekonomi, maka zakat tidak hanya sekedar amal tetapi juga produktif. Dalam konteks ini, keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) hendaknya diarahkan ke depan: tidak hanya sebagai lembaga penyalur dana masyarakat, tetapi juga sebagai gerakan kemandirian ekonomi masyarakat.

Data menunjukkan zakat profesi sendiri berpotensi menyumbang Rp 14,6 triliun per tahun, terutama dari eksekutif, legislatif, TNI-Polri, BUMN, dan lembaga keuangan negara. Belum lagi zakat perdagangan, pertanian, peternakan, serta emas dan logam mulia. Sayangnya, angka-angka tersebut berpotensi masih sebatas di atas kertas.

Di saat yang sama, jumlah kumis justru bertambah. Menurut pengukuran Bank Dunia, penduduk miskin masih mewakili sekitar 60 persen populasi. Belum lagi kelompok korban pinjaman online yang berjumlah hingga 120 juta orang, pekerja migran yang tereksploitasi, dan ratusan ribu pelajar penerima bantuan pendidikan, yang sebenarnya juga masuk dalam kategori asnaf.

Situasi ini menunjukkan semakin besarnya kesenjangan antara kekuatan zakat sebagai sumber daya dan realitas pengelolaannya. Kondisi tersebut memerlukan kehadiran pimpinan di BAZNAS yang tidak hanya memahami sisi teologis Zakat, namun juga terampil dalam manajemen modern, pengelolaan data, dan strategi pemberdayaan.

Hingga saat ini, program zakat lebih fokus pada penyaluran jangka pendek: bantuan langsung tunai, santunan atau pemenuhan kebutuhan pokok. Padahal, fungsi strategis Zakat terletak pada pemberdayaan. Harus ada keseimbangan antara pendistribusian dan penggunaan zakat.

Pemanfaatan Zakat untuk usaha produktif adalah cara terbaik untuk mencapai kemandirian. Indonesia memiliki lebih dari 66 juta UMKM yang sebagian besar beragama Islam. Jika mereka mendapat suntikan aset produktif dari zakat, dibarengi dengan pelatihan manajemen, akses pemasaran dan peningkatan kapasitas, maka zakat tidak hanya akan mengurangi beban mustahik, tetapi juga akan melahirkan muzakki baru. Ini adalah lingkaran yang bagus untuk dibangun.

BAZNAS harus bertransformasi menjadi lembaga pemberdayaan masyarakat yang memiliki rencana jelas, indikator terukur dan kolaborasi lintas sektor. Indeks Pembangunan Manusia (HDI), Indeks Lingkungan Hidup, dan Indeks Kebahagiaan harus menjadi ukuran sebenarnya dari kinerja zakat.

Beberapa langkah strategis dapat dilakukan untuk melakukan hal tersebut. Pertama, membangun ekosistem zakat yang memungkinkan melalui sinergi seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Dukungan regulasi dan komitmen politik negara sangat penting agar zakat setara dengan instrumen fiskal lainnya seperti pajak.

Kedua, digitalisasi zakat. Transformasi digital harus menyentuh seluruh aspek: sosialisasi, pengumpulan, distribusi, dan pelaporan. Dengan terintegrasinya database Mustahik dan Muzakki, dimungkinkan terciptanya “Peta Zakat Indonesia” yang akurat sekaligus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Ketiga, peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Amil zakat tidak hanya sekedar penggalangan dana tetapi juga penggerak sosial dan agen perubahan. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan keterampilan manajemen, kepemimpinan dan komunikasi.

Keempat, membangun unit khusus penguatan zakat produktif. Unit ini berfungsi merancang program jangka panjang, menyeleksi calon penerima, memberikan bantuan usaha dan membuka akses pasar. Pemanfaatan zakat melalui pendekatan kewirausahaan sosial akan memberikan dampak ganda terhadap kualitas masyarakat.

Kelima, memperluas kerja sama dengan lembaga pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan lingkungan hidup. Peningkatan kualitas masyarakat tidak hanya diukur dari segi ekonomi, tetapi juga dari segi kualitatif pendidikan, kesehatan yang memadai, dan lingkungan hidup.

BAZNAS berperan penting dalam mendalangi potensi zakat yang sangat besar di negeri ini. Namun, tanpa kepemimpinan yang visioner, bertanggung jawab, dan mampu melakukan terobosan, potensi tersebut akan terus tersembunyi. Sudah saatnya zakat tidak hanya meringankan beban tapi juga meningkatkan harkat dan martabat. Sudah saatnya BAZNAS menjadi mesin kemandirian rakyat. (miq/miq)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *