Semua Mata Tertuju ke Thamrin, Sanggupkah BI Bangkitkan IHSG & Rupiah?

Pasar keuangan Indonesia kembali jatuh ke zona merah. IHSG anjlok tajam, perdagangan malah terhenti, rupee melemah dan investor melepas obligasi.

Wall Street jatuh menjelang pengumuman Fed

Hari ini adalah Rabu Super, ketika bank sentral termasuk Bank Indonesia dan Federal Reserve akan menetapkan kebijakan suku bunga.

Jakarta, UMBBIZHF NEWS – Perdagangan pasar keuangan Indonesia mengalami pukulan telak pada Selasa lalu (18 Maret 2025). Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih bergejolak saat ini.

Anda dapat membaca lebih lanjut mengenai prakiraan dan sentimen pasar hari ini di halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 3,84% menjadi 6.223,39 poin kemarin. Koreksi IHSG sedikit menurun dibandingkan periode pertama.

Pasar saham Indonesia bahkan sempat menghentikan sementara perdagangan atau trading ketika IHSG anjlok lebih dari 5% jelang penutupan sesi I.

Belakangan, saat perdagangan dilanjutkan, IHSG terus terkoreksi atau anjlok 7% menjadi 6.084 poin. Ini merupakan trading halt pertama yang diterapkan sejak pandemi Covid-19 merebak pada awal Maret 2020.

Sementara itu, hingga penutupan kemarin, terdapat 126 saham menguat, 584 saham melemah, dan 247 saham stagnan. Volume transaksi saat ini relatif tinggi yakni Rp 18,89 triliun dengan jumlah transaksi Rp 28,07 miliar sebanyak 1,53 juta transaksi.

Seluruh sektor tidak berubah kemarin. Yang terburuk, komoditas ini turun 10,4%. Disusul Utilitas yang turun 10,02% dan Real Estate yang turun -6,16%.

IHSG melemah pada perdagangan kemarin seiring melemahnya saham DCI Indonesia (DCII). DCII turun hingga ke titik automatic reject bawah (ARB) yang menyumbang 38,22 poin indeks terhadap penurunan IHSG.

Selanjutnya, saham Prajogo Pangestu juga menjadi penyumbang utama pelemahan IHSG. Saham TPIA turun 18,42% dan menyumbang 27,98 poin terhadap IHSG. Selain itu, BREN turun 11,79% dengan kontribusi 26,01 poin.

Hancurnya IHSG mendorong pengambil kebijakan melakukan intervensi. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco datang ke BEI saat IHSG terpuruk. Hadir juga Ketua Komite XI DPR Misbahun, Wakil Ketua Komite

Setelah Dasco dkk datang, IHSG perlahan pulih.

Misbahoon mengatakan, pihaknya datang ke Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memberikan respon positif setelah IHSG turun tajam hingga 7%. Penurunan tersebut merupakan yang terbesar sejak pandemi Covid-19 pada tahun 2020.

“Kami ingin pasar saham direspon positif tanpa ada kepanikan,” kata Misbahon kepada wartawan di BEI, Selasa (18 Maret 2025).

“Ini untuk meyakinkan pasar bahwa mereka mendapat dukungan penuh dari negara dan pemerintah. Kami hadir untuk memberikan dukungan,” imbuhnya.

Sementara itu, sejumlah analis menilai koreksi IHSG disebabkan aksi jual besar-besaran yang mencerminkan aksi jual panik investor. Sementara itu, analis lain menyebutkan penyebab perlambatan pasar saham hingga sore ini adalah pengunduran diri Menteri Keuangan Shri Mulyani.

Meski demikian, para analis sepakat bahwa penurunan IHSG masih terkait dan terseret oleh downgrade pasar saham Indonesia yang dilakukan Morgan Stanley dan Goldman Sachs sebelumnya. Revisi ke bawah mencerminkan kekhawatiran investor global terhadap prospek perekonomian dan valuasi pasar saham Indonesia.

Adapun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali terdepresiasi pada penutupan kemarin sambil menunggu hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI).

Menurut Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup pada 16.420 rupiah/USD pada hari Selasa, turun 0,15%.

Melemahnya rupee seiring dengan tekanan pada indeks dolar AS (DXY) yang mulai menguat.

UMBBIZHF NEWS mencermati perdagangan kemarin, USD menguat 0,09% di 103.46 hingga pukul 15.03 WIB. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan sesi sebelumnya yakni 103,73.

Pelemahan rupee juga sejalan dengan sikap pasar yang wait and see terhadap hasil RDG BI yang akan dirilis besok dan suku bunga The Fed pada Kamis pagi.

Beralih ke pasar obligasi, ada lagi saham yang dijual kemarin.

Yield obligasi acuan Indonesia bertenor 10 tahun kembali naik menjadi 7,036% menurut data Refinitiv. Ini merupakan tujuh hari berturut-turut yang kuat. Posisi tersebut merupakan yang tertinggi sejak 4 Februari 2025.

Sebagai catatan, imbal hasil tersebut bergerak berbanding terbalik dengan harga obligasi. Oleh karena itu, imbal hasil yang terus meningkat menunjukkan bahwa investor terus menjual obligasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *